This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 27 November 2014

MAKALAH PENGEMBANGAN KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH

Fungsi kurikulum dalam proses pendidikan adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Maka hal ini berarti bahwa sebagai alat pendidikan kurikulum memiliki bagian-bagian penting dan penunjang yang dapat mendukung operasinya secara baik. Bagian-bagian ini disebut komponen. Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan memiliki komponen-komponen yang saling berkaitan, berinteraksi dalam rangka dukungannya untuk mencapai tujuan itu. 
Pengembangan kurikulum harus dimulai dengan menentukan landasan atau azas-azas pengembangannya sebagai pondasi, selanjutnya mengembangkan komponen-komponen kurikulum. Pengembangan komponen-komponen inilah yang kemudian membentuk sistem kurikulum.  
Apabila komponen yang membantu sistem kurikulum terganggu atau tidak berkaitan dengan yang lainnya maka sistem kurikulum akan terganggu pula.

B.     RUMUSAN MASALAH

Dari uraian latar belakang di atas kami ingin memperjelas dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa saja komponen Pengembangan kurikulum ?
2.      Bagaimana Keterkaitan antara Komponen Kurikulum?
3.      Bagaimana Pengembangan Kurikulum?





BAB II
PEMBAHASAN

A.    KOMPONEN-KOMPONEN PENGEMBANG KURIKULUM

Fungsi kurikulum dalam proses pendidikan adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Maka hal ini berarti bahwa sebagai alat pendidikan kurikulum memiliki bagian-bagian penting dan penunjang yang dapat mendukung operasinya secara baik. Bagian-bagian ini disebut komponen. Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan memiliki komponen pokok dan komponen penunujang yang saling berkaitan, berinteraksi dalam rangka dukungannya untuk mencapai tujuan itu. Kurikulum adalah sebuah sistem, Sistem adalah suatu kesatuan sejumlah elemen (objek, manusia, kegiatan, informasi, dsb) yang terkait dalam proses atau struktur dan dianggap berfungsi sebagai satu kesatuan organisasai dalam mencapai satu tujuan. Jika pemahaman sistem diatas dipergunakan melihat kurikulum itu ada sejumlah komponen yasng terkait dan berhubungan satu sama lain untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, dipandang sistem terhadapa kurikulum, artinya kurikulum itu dipandang memiliki sejumlah komponen-komponen yang saling berhubungan, sebagai kesatuan yang bulat untuk mencapai tujuan.[1]
Menurut Tabrani Rusyan komponen kurikulum terdiri dari 3 komponen yaitu : (1) Komponen Tujuan, (2) Komponen Struktur Program, (3) Komponen Strategi Pelasanaan.[2]
Sedangan Menurut S. Nasution komponen Kurikulum yaitu (1) Tujuan pelajaran, umum dan spesifik, (2) Bahan pelajaran yang tersusun sistematis, (3) Strategi belajar-mengajar serta kegiatan-kegiatannya, (4) Sistem Evaluasi untuk mengetahui hingga mana tujuan tercapai.[3]
          Lain halnya dengan Ralph W.Tyler sebagaimana dikutip S.Nasution, mengajukan 4 pertanyaan pokok, yakni : (1) Tujuan apa yang harus dicapai sekolah?, (2) Bagaimanakah memilih bahan pelajaran guna mencapai tujuan itu ?, (3) Bagaimanakah bahan disajikan agar efektif diajarkan?, (4) Bagaimanakah efektivitas belajar dapat dinilai ? [4]
      Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa komponen pengembangan kurikulum terdiri dari 4 komponen, yaitu :
a)      Komponen Tujuan
b)      Komponen Struktur Program dan Materi
c)      Komponen Strategi
d)     Dan komponen Evaluasi.

1.      KOMPONEN TUJUAN
Tujuan pendidikan memegang peranan peting dalam pendidikan, sebab tujuan akan memberikan arah bagi segala kegiatan pendidikan. Dalam penyusunan kurikulum , perumusan tujuan ditetapkan terlebih dahulu sebelum menetapkan komponen lainnya. Tujuan pendidikan suatu negara tidak bisa dipisahkan dan merupakan penjabaran dari tujuan negara atau filsafat negara. Hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan alat untuk mencapai tujuan negara, yakni membentuk manusia seutuhnya berdasarkan UUD 1945 yang bersumber dari Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia.[5]

a)      Tujuan Pendidikan Nasional
            Tujuan pendidikan nasional ini bersumber dari Pancasila dan UUD 45 dirumuskan oleh pemerintah sebagai pedoman bagi pengembangan tujuan-tujuan pendidikan yang lebih khusus.
             Dalam Tap. MPR No.II/MPR/1988 tentang GBHN tercantum : Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.                                                Dalam Undang-Undang No.2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (pasal 4,) tertera:    Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan yang berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan rohani dan jasmani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.[6]
            Sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara, dasar pendidikan Nasional adalah Falsafah Negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.  Pasal 3 mengatakan:
-    Tujuan Pendiidkan Nasional adalah membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya, dan sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam UUD 1945.
-    Seluruh Program pendidikan terutama Pendidikan Umum dan bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial, harus berisikan Pendidikan Moral Pancasila dan unsur-unsur yang cukup untuk meneruskan jiwa nilai-nilai 1945 kepada generasi muda.[7]

b)      Tujuan Institusional
Tujuan institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga pendidikan. Tujuan institusional merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan umum yang dirumuskan, berupa kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan, pendidikan dasar, pendidikan menengah, kejuruan, dan pendidikan tinggi.
Bagi SMA misalnya tujuan institusional umum ialah agar lulusannya :
-          Menjamin warga negara yang baik sebagai manusia yang u tuh sehat, kuat lahir batin.
-          Menguasai hasil-hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari pendidikan di Sekolah Menengah Umum tingkat Pertama.
-          Memiliki bekal untuk melanjutan studinya ke lembaga pendidikan yang lebih tinggin dengan menempuh: (1) program umum yang sama bagi semua siswa, (2) Program pilihan bagi mereka yang mempersiapkan dirinya untuk studi di lembaga pendidikan yang lebih tinggi.
-          Memiliki bekal untuk terjun kemasyarakat dengan mengambil keterampilan untuk bekerja yang dapat dipilih oleh siswa sesuai dengan minatnya dan kebutuhan masyarakat.[8]
c)      Tujuan Kurikuler
            Tujuan Kurikuler ialah tujuan yang diemban dan harus dicapai oleh setiap bidang studi pada lembaga pendidikan tertentu. Artinya kualifikasi atau kemampuan yang harus dicapai oleh setiap siswa setelah ia menyelesaikan program bidang studi yang bersangkutan.[9]

d)      Tujuan Instruksional
            Tujuan instruksional adalah tujuan yang paling rendah tingkatannya sebab yang langsung berhubungan dengan anak didik. Tujuan instruksional berkenaan dengan tujuan setiap pertemuan. Artinya, kemampuan-kemampuan yang diharapkan dimiliki siswa setelah ia menyelesaikan pengalaman belajar suatu pertemuan. Tujuan instruksional di bedakan ke dalam dua jenis yakni tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan instruksional khusus (TIK). Perbedaan TIU dan TIK terdapat dalam hal perumusannya, TIU dirumuskan dengan kata-kata tingkah laku yang bersifat umum, sedangkan TIK menggunakan kata-kata yang tingkah laku yang bersifat khusus, artinya dapat diukur setelah pelajaran itu selesai.[10]
            Contoh Tujuan Instruksional :
Bidang Studi               : Ilmu pengetahuan sosial
Mata Pelajaran            : Ekonomi dan koperasi
Topik                           : Produksi nasional dan pendapatan Nasional
Kelas                           : I (Satu)
Semester                      : I (pertama)
Waktu                         : 3x45 menit                                                               

 Tujuan Instruksional
        I.            Tujuan Istruksional Umum
Agar siswa menegetahui serta memahami Produksi Nasional dan Pendapatan Nasional.
     II.            Tujuan Instruksional Khusus
a.  Agar Siswa dapat menjelaskan perbedaan dan persamaan antara produksi Nasional dan Pendapatan Nasional.
b.      Agar siswa dapat menyebutkan unsur dari produksi Nasional dan Pendapatan Nasional.
c.       Agar siswa dapat menghitung Pendapatan Nasional.
d.      Agar siswa dapat menyebutkan kegunaan pengetahuan besarnya pendapatan Nasional.
e.       Agar siswa dapat mengukur tingkat kemakmuran suatu negara.
f.       Agar siswa dapat menyebutkan akibat dari pendapatan Nasional yang  konstan dari tahun ke tahun.
(Dari: Kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA) 1975. Pedoman pelaksanaan Kurikulum, Buku: III.A.2, Model Satuan Pelajaran, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, PN Balai Pustaka, Jakarta,1976, h.156) yang dikutip oleh S.Nasution.[11]
 
2.      KOMPONEN STRUKTUR PROGRAM DAN MATERI
            Komponen berikutnya telah menetapkan struktur dan materi program pendidikan. Struktur pendidikan dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan lembaga pendidikan mencakup alokasi waktu yang diberikan untuk setiap studi dalam setiap minggunya.
Ada beberapa jenis struktur program pendidikan dalam kurikulum, yaitu :

a.   Pendidikan Umum.
            Pendidikan umum ialah program pendidikan yang bertujuan membina siswa agar menjadi warga negara yang baik. Sifat pendidikan umum ini adalah wajib diikuti oleh setiap siswa pada semua lembaga pendidikan dan tingkatannya. Bidang studi-bidang studi yang termasuk dalam kelompok pendidikan umum misalnya pendidikan Agama. PMP, Olah raga kesehatan, Kesenian dan Bahasa Indonesia.

b.   Pendidikan Akademik
            Pendidikan akademik adalah program pendidikan yang bertujuan untuk mencapai pembinaan intelektual sehingga diharapkan memperoleh kualifikasi pengetahuan yang fungsional menuntut disiplin ilmu masing-masing. Tujuannya ialah untuk memberi bekal kepada lulusan agar dapat melanjutkan studi ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi. Sifat pendidikan akademik ini permanen dan menggambarkan pola berfikir menurut disiplin ilmu masing-masing. Bidang studi yang termasuk kelompok pendidikan akademik antara lain IPA, IPS, Matematika dan Bahasa Inggris.

            c.    Pendidikan Kejuruan
            Pendidikan kejuruan bertujuan mempersiapkan siswa untuk menyandang keahlian pekerjaan tertentu, sesuai dengan jenis pendidikan yang ditempuhnya. Pendidikan kejuruan ini lazimnya terdapat pada sekolah-sekolah kejuruan, bukan pada sekolah umum (SMP dan SMA). Misalnya untuk SMEA kelompok bidang studi ekonomi, untuk STM sekelompok bidang-bidang studi teknik, dan lain sebagainya.                                                                                                               Kadar bobot setiap struktur program di atas untuk setiap lembaga pendidikan tentu tidak sama, baik dalam hal jumlah jam maupun jumlah bidang studinya.[12]

3.      KOMPONEN STRATEGI
            Komponen ketiga dari kurikulum ialah penetapan strategi pelaksanaan kurikulum. Komponen ini tidak lain ialah pengaturan pelaksanaan kurikulum yang terdiri atas :
a.       Sistem penyampaian/proses belajar mengajar.
b.      Penilaian hasil belajar.
c.       Bimbingan dan layanan.
d.      Administrasi dan Supervisi pendidikan.                                                                                       Penyampaian keempat komponen diatas diarahkan agar kurikulum dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Tanpa adanya strategi yang tepat, tak mungkin kurikulum terlaksana dengan baik, sebab :
a)      Sistem penyampaian/proses belajar mengajar ialah penetapan sistem belajar yang efektif dan berdayaguna. Dalam kurikulum yang berlaku ditetapkan bahwa sistem penyampaian pelajaran harus menggunakan prosedur pengembangan sistem instruksional (PPSI) dan satuan pelajaran (Stapel).
b)      Penilaian sebagai strategi pelaksanaan kurikulum artinya penetapan pola-pola dan cara-cara yang betul-betul memadai sebagai alat ukur keberhasilan pengajaran.
Melalui penilaian formatif dan sumatif, diharapkan hasil-hasil yang diperoleh dapat diakui secara obyektif dan komprehensif. Penilaian adalah tolak ukur proses belajar mengajar.
c)      Bimbingan dan pelayanan merupakan kegiatan sebagai upaya bantuan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan atau masalah dalam belajar, agar ia dapat membantu pengembangan dirinya sendiri. Dengan bimbingan dan pelayanan ini, diharapkan hasil yang akan tercapai peserta didik dapat ditingkatkan. Oleh sebab itu, program bimbingan dan penyuluhan antara lain merupakan bagian strategi pelaksanaan kurikulum. Kegiatan-kegiatan antara lain terutama mengatur kegiatan program, menetapkan sarana dan mekanisme pelaksanaan, mengembangkan instrumen yang diperlukan guna pelaksanaan bimbingan penyuluhan di sekolah.
d)     Administrasi dan supervisi pendidikan sebagai bagian strategi pelaksanaan kurikulum di sekolah. Tugas utamanya menunjang kelancaran pelaksanaan proses belajar mengajar, dan merupakan bagian kurikulum. Ruang lingkup administrasi kesiswaan, administrasi keuangan, dan administrasi material (perlengkapan pengajaran).
Supervisi ditekankan pada usaha bimbingan dan bantuan kepada guru dalam rangka perbaikan proses belajar-mengajar melalui teknik-teknik supervisi seperti rapat-rapat, homevisite, diskusi, wawancara, observasi kelas, dan lain-lain.
Kesemuanya itu adalah upaya untuk mendukung pelaksanaan kurikulum sekolah.[13]
Menurut Subandijah sebagaimana dikutip Abdulloh, guru perlu memusatkan pada kepribadiannya dalam mengajar, menerapkan metode yang tepat, dan memusatkan pada proses dengan produknya, dan memusatkan pada kompetensi yang relevan. Pada intinya guru harus mengoptimalkan perannya sebagai educator, motivator, manager, dan fasilitator.[14]
Dengan menggunakan strategi yang tepat dan akurat proses belajar mengajar dapat memuaskan pendidik dan peserta didik khususnya pada proses transfer ilmu yang dapat ditangkap para peserta didik.

4.      KOMPONEN EVALUASI
Untuk melihat sejauh mana tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan kurikulum, maka diperlukan evaluasi. Mengingat komponen evaluasi ini sangat berhubungan erat dengan semua komponen lainnya, maka denagan cara evaluasi atau penilaian ini akan mengetahui tingkat keberhasilan dari semua komponen.
            Evaluasi merupakan proses yang sangat penting dalam kegiatan pendidikan formal. Mengapa demikian? Bagi guru evaluasi dapat menentukan efektivitas kinerjanya selama ini; sedangkan bagi pengembang kurikulum evaluasi dapat memberikan informasi untuk perbaikan kurikulum yang sedang berjalan.[15]
            Evaluasi kurikulum bermacam-macam tujuannya. Yang paling penting di antaranya adalah:
(1)   Mengetahui hingga manakah siswa mencapai kemajuan ke arah tujuan yang telah ditentukan.
(2)   Menilai efektivitas kurikulum.
(3)   Menentukan faktor biaya, waktu, dan tingkat keberhasilan kurikulum.[16]

Makna Evaluasi Kurikulum
Konsep nilai dan arti, dalam konteks penilaian terhadap suatu kurikulum memiliki makna yang berbeda. Pertimbangan nilai adalah pertimbangan yang ada dalam kurikulum itu sendiri. Contohnya berdasarkan proses pertimbangan tertentu, evaluator memberikan nilai : apakah kurikulum yang dinilai itu dapat dimengerti oleh guru sebagai pelaksana kurikulum; apakah setiap komponen yang terdapat dalam kurikulum itu memiliki hubungan yang serasi; apakah kurikulum yang dinilai itu dianggap sederhana dan mudah dilaksanakan oleh guru; dan lain sebagainya. Berbeda dengan nilai, arti berhubungan dengan kebermaknaan suatu kurikulum. Misalkan, apakah kurikulum yang dinilai memberikan arti untuk meningatkan kemampuan berpikir siswa; apakah kurikulum itu dapat mengubah cara belajar siswa kepada yang lebih baik; apakah kurikulum itu dapat lebih meningkatkan pemahaman siswa terhadap lingkungan sekitar; dan lain sebagainya.[17]                                                                                                 
Evaluasi merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari pengembangan kurikulum itu sendiri. Melalui evaluasi, dapat ditentukan nilai dan arti suatu kurikulum, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan apakah suatu kurikulum perlu dipertahankan atau tidak dan bagian-bagian mana yang harus disempurnakan.
Evaluasi dikelompokkan kedalam dua jenis :
-          Tes adalah alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam aspek kognitif atau tingkat penguasaan materi pembelajaran.
-          Non tes adalah alat evaluasi yang biasanya digunakan untuk menilai aspek tingkah laku termasuk sikap, minat dan motifasi.[18]
http://2.bp.blogspot.com/-AB1WXg9qAwI/US3gz91MDuI/AAAAAAAAACk/DoY2ezqfJQk/s320/48.jpg



5.      KETERKAITAN ANTARA KOMPONEN  KURIKULUM











Rounded Rectangle: TUJUAN








Rounded Rectangle: MATERI





Rounded Rectangle: PBM

 





Keempat komponen itu saling berhubungan. Setiap komponen berkaitan erat dengan komponen lainnya. Tujuan menentukan bahan apa yang akan dipelajari, bagaimana proses belajarnya dan apa yang harus dinilai. Demikian pula penilaian dapat mempengaruhi komponen lainnya. Pada saat dipentingkannya evaluasi dalam bentuk ujian, misalnya UN, SBMPTN, maka timbul kecenderungan untuk menjadikan bahan ujian sebagai tujuan kurikulum, proses belajar mengajar cenderung mengutamakan latihan dan hafalan.[19]                                
Bila salah satu komponen berubah, misalnya ditonjolkanya tujuan yang baru, atau cara penilaian, maka semua komponen lainnya turut mengalami perubahan. Kalau tujuannya jelas, maka bahan pelajaran, PBM, maupun evaluasi pun lebih jelas.[20]
 Masing-masing komponen tersebut berkaitan erat, saling menunjang, dan merupakan kesatuan yang tak dapat lepas satu dengan lainnya. Apabila satu komponen saja  memiliki kelemahan, maka akan berpengaruh dan menjadi lemah pula komponen-komponen lainnya, yang pada akhirnya akan menyebabkan lemahnya kurikulum itu. Komponen tujuan misalnya, yang diantaranya memuat berbagai “kemampuan” yang diharapkan dapat dimiliki lulusannya, harus ditunjang oleh “kesesuaian” materi (bahan) pelajaran, proses Belajar Mengajar (PBM), dan evaluasi yang dapat mengukur keberhasilan tujuan tersebut.[21]

B.     PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pengembangan kurikulum secara menyeluruh tak mungkin dipisahkan dari perkembangan sistem pendidikan nasional dalam urutan waktu.  Dari studi pengembangan kurikulum, dapat disimpulkan bahwa pengembangan kurikulum juga tak mungkin dipisahkan dari perkembangan komponen yang mendasari perencanaan dan pengembangan kurikulum.[22]

1.   Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum.

a.    Prinsip Relevansi.
Ada dua macam relevansi, yaitu relevansi internal dan relevansi eksternal. Relevansi internal adalah bahwa setiap kurikulum harus memiliki keserasian antara komponen-komponennya, yaitu keserasian antara tujuan yang harus dicapai, isi, materi atau pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa, strategi atau metode yang digunakan serta alat penilaian untuk melihat ketercapaian tujuan. Relevansi internal ini menunjukan keutuhan suatu kurikulum.[23]
Relevansi eksternal berkaitan dengan keserasian antara tujuan, isi, dan proses belajar siswa yang tercakup dalam kurikulum dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Ada tiga macam relevansi eksternal dalam pengembangan kurikulum:
pertama, relevan dengan lingkungan hidup peserta didik. Artinya, bahwa proses pengembangan dan penetapan isi kurikulum hendaknya disesuaikan dengan kondisi lingkungan sekitar siswa.
Kedua, relevan dengan perkembangan zaman baik sekarang maupun dengan yang akan datang. Artinya, isi kurikulum harus sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang berkembang. Selain itu juga apa yang diajarkan kepada siswa harus bermanfaat untuk kehidupan siswa pada waktu yang akan datang.
Ketiga, relevan dengan tuntutan dunia pekerjaan. Artinya, bahwa apa yang diajarkan disekolah harus mampu memenuhi dunia dunia kerja.[24]

b.      Prinsip Fleksibilitas.
Prinsip Fleksibilitas memiliki dua sisi: (1) Fleksibel bagi guru, yang artinya kurikulum harus memberikan ruang gerak bagi guru untuk mengembangkan program pengajarannya sesuai dengan kondisi yang ada. (2) fleksibel bagi siswa, artinya kurikulum harus menyediakan berbagai kemungkinan program pilihan sesuai dengan bakat dan minta siswa.[25]

c.       Prinsip Kontiunitas
Prinsip ini mengandung pengertian bahwa perlu dijaga saling keterkaitan dan kesinambungan antara materi pelajaran pada berbagai jenjang dan jenis program pendidikan. Dalam penyusunan materi pelajaran perlu dijaga agar apa yang diperlukan untuk mempelajari suatu materi pelajaran pada jenjang yang lebih tinggi telah diberikan dan dikuasai oleh siswa pada waktu mereka berada pada jenjang sebelumnya. Prinsip ini sangat penting bukan hanya untuk menjaga agar tidak terjadi pengulangan-pengulangan materi pelajaran yang memungkinkan program pengajaran tidak efektif dan efisien, akan tetapi juga untuk keberhasilan siswa dalam menguasai materi pelajaran pada jenjang pendidikan tertentu.Untuk menjaga agar prinsip kontiunitas itu berjalan, maka perlu ada kerja sama antara pengembang kurikulum pada setiap jenjang pendidikan, misalkan para pengembang kurikulum pada jenjang sekolah dasar, jenjang SLTP, SLTA dan bahkan dengan para pengembang di perguruan tinggi.[26]

d.      Efektifitas.
Prinsip efektivitas berkenaan dengan rencana dalam suatu kurikulum dapat dilaksanakan dan dapat dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Terdapat dua sisi efektivitas dalam suatu pengembangan kurikulum. (1) efektivitas berhubungan dengan kegiatan guru dalam melaksanakan tugas mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas. (2) Efektivitas kegiatan siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar. Efektivitas kegiatan guru berhubungan dengan keberhasilan mengimplementasikan program sesuai dengan perencanaan yang telah disusun. [27]

e.       Efisiensi
           Prinsip efisiensi berhubungan dengan perbandingan antara tenaga, waktu, suara, dan biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh. Kurikulum dikatakan tingkat efisiensi yang tinggi apabila dengan sarana, biaya yang minimal dan waktu yang terbatas. Dapat memperoleh hasil yang maksimak.            Betapapun bagus dan idealnya suatu kurikulum, manakala menuntut peralatan, sarana dan prasarana yang sangat khusus, serta mahal pula harganya, maka kurikulum itu btidak praktis dan sukar untuk dilaksanakan.   Kurikulum harus dirancang untuk dapat digunakan dalam segala keterbatasan.[28]
2.   Landasan Pengembangan Kurikulum

a.       Landasan Filosofis dalam Pengembangan Kurikulum.
           Filsafat sebagai landasan pengembangan kurikulum menjawab pertanyaan-pertanyaan pokok seperti : hendak dibawa kemana siswa yang di didik nitu? Masyarakat yang bagaimana yang harus diciptakan melalui ikhtiar pendidikan? Apa hakikat pengetahuan yang harus dipelajari dan dikaji siswa? Norma-norma atau sistem nilai yang bagaimana yang harus diwariskan kepada anak didik sebagai generasi penerus? Bagaimana proses pendididkan itu berlangsung?
           Sebagai suatu landasan fundamental, filsafat memegang peranan penting dalam proses pengembangan kurikulum. Ada empat fungsi filsafat dalam proses pengembangan kurikulum. Pertama, filsafat dapat menentukan ke arah dan tujuan pendidikan. Dengan filsafat sebagai pandangan hidup atau value system, maka dapat ditentukan mau dibawa ke mana siswa yang kita didik itu. Kedua, filsafat dapat menentukan isi atau materi pelajaran yang harus diberikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Ketiga, filsafat dapat menentukan strategi atau cara pencapaian tujuan. Filsafat sebagai nsistem nilai dapat dijadikan pedoman dalam merancang kegiatan pembelajaran. Keempat, melalui filsafat dapat ditentukan bagaimana menentukan tolok ukur keberhasilan proses pendidikan.[29]

b.      Landasan Psikologis dalam Pengembangan Kurikulum.
           Kurikulum merupakan pedoman bagi guru dalam mengantar anak didik sesuai dengan harapan dan tujuan pendidikan. Secara psikologis, anak didik memiliki keunikan dan perbedaan-perbedaan baik perbedaan minat, bakat, maupun potensi yang dimilikinya sesuai dengan tahapan perkembangannya. Dengan alasan itulah, kurikulum harus memperhatikan kondisi psikologis perkembangan dan psikologi belajar anak. Pemahaman tentang anak bagi seorang pengembang kurikulum sangatlah penting. Kesalahan persepsi atau kedangkalan pemahaman tentang anak, dapat menyebabkan kesalahan arah dan kesalahan praktik pendidikan.[30]
          






BAB III
PENUTUP
           SIMPULAN
            komponen pengembangan kurikulum terdiri dari 4 komponen, yaitu :
a)      Komponen Tujuan
b)      Komponen Struktur Program dan Materi
c)      Komponen Strategi
d)     Dan komponen Evaluasi.
Masing-masing komponen tersebut berkaitan erat, saling menunjang, dan merupakan kesatuan yang tak dapat lepas satu dengan lainnya. Apabila satu komponen saja  memiliki kelemahan, maka akan berpengaruh dan menjadi lemah pula komponen-komponen lainnya, yang pada akhirnya akan menyebabkan lemahnya kurikulum itu. Komponen tujuan misalnya, yang diantaranya memuat berbagai “kemampuan” yang diharapkan dapat dimiliki lulusannya, harus ditunjang oleh “kesesuaian” materi (bahan) pelajaran, proses Belajar Mengajar (PBM), dan evaluasi yang dapat mengukur keberhasilan tujuan tersebut.
Para pengembang kurikulum dalam melaksanakan tugasnya harus melakukan hal-hal sebagai berikut :
1.   Mempelajari dan memahami kebutuhan masyarakat seperti yang dirumuskan dalam undang-undang, keputusan pemerintah, peraturan-pearaturan daerah dan lain sebgainya.
2.   Menganalisis budaya masyarakat tempat sekolah berada
3.   Menganalisis kekuatan serta potensi-potensi daerah
4.   Menganalisis syarat dan tuntutan tenaga kerja
5.   Menginterpretasi kebutuhan individu dalam kerangka kepentingan masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA
Abdulloh, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Yogyakarta: Ar-ruzz Media, 2010.
Nasution S,Kurikulum Dan Pengajaran,Jakarta:Bima Aksara,1989.
Nasution S.Asas-Asas Kurikulum,Jakarta:Bumi Aksara,1994.
Malik, Oemar, Manajemen Pengembangan Kurikulum,Bandung:PT.Remaja Rosdakarya,2010.
Syarif, Hamid.Pengembangan kurikulum. Pasuruan: Garoeda Buana Indah, 1993.
Rusyan, Tabrani. Strategi Penerapan Kurikulum Di Sekolah, Jakarta:Bina Mulia.1989.
Sanjaya Wina, Kurikulum Pembelajaran,Jakarta:Kencana,2008.




[1] Hamid  Syarif, Pengembangan kurikulum, (Pasuruan: Garoeda Buana Indah, 1993), hal  96
[2] Tabrani Rusyan,Strategi Penerapan Kurikulum Di Sekolah,(Jakarta:Bina Mulia), hal 4-7
[3] S.Nasution,Kurikulum Dan Pengajaran,(Jakarta:Bima Aksara,1989),hal 5
[4] S.Nasution.Asas-Asas Kurikulum,(Jakarta:Bumi Aksara,1994), hal 17
[5] Tabrani Rusyan,Op.Cit., hal 5
[6] S.Nasution.Asas-Asas Kurikulum, Op.Cit.,hal  37
[7] Ibid...hal 37-38
[8] Ibid...,hal 38
[9] Tabrani Rusyan,Op.Cit., hal 5
[10] Ibid....,hal 6
[11] Ibid., hal 42
[12] Ibid..., hal 6-7
[13] Ibid....., hal 7-8
[14] Abdulloh, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Ar-ruzz Media, 2010), hal 56
[15] Wina Sanjaya,Kurikulum Pembelajaran,(Jakarta:Kencana,2008), hal 338
[16] S.Nasution.Kurikulum Dan Pengajaran, Op.Cit, hal 88
[17] Ibid...., hal 341
[19]  S.Nasution.Asas-Asas Kurikulum. Op.Cit.,hal 18
[20]  Ibid.
[21]  Tabrani Rusyan, Op.Cit.,hal 4
[22]Oemar,Malik, Manajemen Pengembangan Kurikulum,(Bndung:PT.Remaja Rosdakarya,2010), hal 117
[23] Wina Sanjaya,Op.Cit.,hal 39
[24]  Ibid
[25] Ibid., hal 40
[26] Ibid., hal 41
[27]  Ibid
[28] Ibid., hal 42
[29]  Ibid., hal 42-43
[30] Ibid., hal 48