BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Bukan
kekayaan alam, ras, dan usia peradaban yang menjadi faktor negara menjadi maju
dan sejahtera. Lalu apa yang menentukan suatu negara/bangsa menjadi maju dan
sejahtera atau tidak? Penentunya adalah sikap hidup (attitude) orang-orang yang ada di tiap negara. Sikap hidup itu
berlatar kebudayaan, namun pada intinya
terbentuk oleh proses pendidikan selama bertahun-tahun. Dalam kalimat
lain, pendidikanlah yang menjadi penentu paling mendasar apakah suatu
negara/bangsa akan dapat maju /makmur atau tidak.
Dalam
UU RI No.20 Tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasaan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam
konteks penyelenggaraan pendidikan, pembiayaan merupakan unsur yang multak harus tersedia.
Guna menjalankan pendidikan sebagaimana yang tertera dalam undang-undang ,untuk
itu dibutuhkan anggaran yang yang tidak sedikit, karena itu di dalam makalah
ini akan membahas tentang Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan Merupakan Suatu
Kebutuhan.
Memperhatikan hal di atas maka
dengan demikian diharapkan makalah Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan ini secara
umum dapat:
1. Menjelaskan Pengertian Ekonomi dan
Pembiayaan Pendidikan
2. Menjelaskan Komponen dan Tipe Biaya
Pendidikan
3. Peran Pembiayaan Dalam Pengembangan
Pendidikan Dan Ekonomi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
EKONOMI
DAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN
1.
Konsep
Ekonomi
Ilmu
yang mempelajari bagaimana tiap rumah tangga atau masyarakat mengelola sumber
daya yang mereka miliki untuk memenuhi kebutuhan mereka disebut ilmu ekonomi. Defenisi yang lebih
populer yang sering digunakan untuk menerangkan ilmu ekonomi tersebut adalah
“Salah satu cabang ilmu sosial yang khusus mempelajari tingkah laku manusia
atau segolongan masyarakat dalam usahanya memenuhi kebutuhan yang relative tak
terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang terbatas adanya “.[1]
Menurut
Paul A.Samuelson dalam buku Nanang Fattah (2004) ilmu ekonomi dibedakan kedalam
2 aspek, yaitu aspek normatif (nilai) dan aspek positif (fakta). Berdasarkan
aspek positif ilmu ekonomi menggambarkan fakta dan perilaku dalam perekonomian,
misalnya, apa penyebab kemiskinan? Bagaimana pertumbuhan ekonomi suatu negara?
Pertanyaan tersebut berdasarkan fakta. Sedangkan aspek normatif, ilmu ekonomi
melibatkan etika dan pertimbangan nilai. Misalnya, apakah pemerintah harus
membagikan uang kepada orang miskin? Apakah sebabnya gaji pegawai dinaikkan?
Permasalahan itu dapat diperdebatkan, tetapi mungkin tidak perna dapat
diselesaikan oleh pertimbangan ilmu dan fakta.[2]
Ekonomi
pendidikan merupakan paduan dua konsep yang sudah mapan, yaitu ekonomi dan
pendidikan. Ekonomi sebagai ilmu telah mengkaji berbagai langkah manusia dalam
mencukupi segala keinginannya dengan sumber daya yang terbatas. Prinsip-prinsip
dalam kajian ekonomi adalah efisiensi, sehingga apa pun jenis aktivitas yang
diikuti dengan pengeluaran dana harus mempunyai manfaat yang besar. Dengan
demikian kajian ekonomi berorientasi pada kesejahteraan, derajat hidup
masyarakat yang tinggi sepanjang hidupnya. Mengingat orientasi kajiannya
masyarakat, maka yang akan mengenyam kesejahteraan dan derajat hidup tinggi
tidak kaum usahawan saja, tetapi juga kaum konsumen (pengguna hasil produksi).[3]
Dengan kata lain ekonomi
pendidikan adalah “Suatu kegiatan mengenai bagiamana manusia dan masyarakat
memilih, dengan atau tanpa uang, untuk memanfaatkan sumber daya produktif yang
langka untuk menciptakan berbagai jenis pelatihan, pengembangan pengetahuan,
keterampilan, pikiran, watak, dan lain-lain, terutama melalui sekolah formal
dalam suatu jangka waktu dan mendistribusikannya, sekarang dan kelak, di
kalangan masyarakat”. Intinya, ekonomi pendidikan berkaitan dengan :
- Proses
pelaksanaan pendidikan
- Distribusi
pendidikan di kalangan individudan kelompok yang memerlukan
- Biaya
yang dikeluarkan oleh masyarakat atau individu untuk kegiatan pendidikan,
dan jenis kegiatan apa yang dibutuhkan.[4]
Transaktor ekonomi yang berhubungan dengan
pendidikan dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu (1) golongan produsen
dan (2) golongan konsumen. Para produsen pendidikan terdiri dari pendidik,
pengelola pendidikan, badan/lembaga pemerintah dan swasta, keluarga yang
membantu anak-anak di rumah. Sedangkan para konsumen (costumers) pendidikan dapat terdiri dari keluarga atau orang tua
siswa itu sendiri, lembaga-lembaga pemerintahan atau swasta, dan masyarakat
secara umum.[5]
Permasalahan
yang dihadapi oleh suatu lembaga, baik yang bersifat ekonomi maupun lembaga
sosial pada dasarnya di hadapkan pada tiga massalah pokok:
1. Komoditas
apa yang harus dihasilkan dan berapa banyak, kapan harus diproduksi, apakah
sekarang atau sekian tahun yang akan datang?
2. Bagaimana
komoditas itu harus diproduksi? Dengan perkataan lain, siapa yang melakukan
produksi, dengan cara bagaimana?
3. Untuk
siapa komoditass itu dihasilkan? Siapa yang akan memanfaatkannya dan bagaimana
mendistribusikannya?
Ketiga
pertanyaan diatas sangat mendasar dan akan dihadapi oleh semua corak
organisasi, tetapi dengan cara dan system yang berbeda.[6]
2.
Konsep
Pembiayaan Pendidikan
Pengertian
biaya dalam ekonomi adalah pengorbanan yang di nyatakan dalam bentuk uang,
diberikan secara rasional, melekat pada proses produksi, dan tidak dapat
dihindarkan serta dapat di hitung sebelumnya. Bila tidak demikian maka
pengeluaran dapat dikategorikan sebagai pemborosan, jika tidak melekat pada
proses produksi, dapat dihindarkan, dan tidak dapat dihitung sebelumnya.[7]
Manusia
membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar
manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran
dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur
dengan undang-undang. Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan
kehgidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara Indonesia.[8]
Pendidikan
merupakan usaha sadar manusia untuk mempersiapkan manusia mempunyai kemampuan
untuk berperan aktif dalam membentuk masa depannya. Pendidikan menurut UU RI
No.20 Tahun 2003 adalah pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peerta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasaan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[9]
Konsep
dasar yang perlu diperhatikan dalam pengembangan pendidikan sebagai sarana
pembentukan manusia yang profesional, sehingga dapat mendongkrak pertumbuhan
ekonomi di masa datang di antaranya:
1. Pendidikan
adalah pembentukan manusia yang potensial sehingga dana yang dikucurkan di
dunia pendidikan merupakan investasi.
2. Pendidikan
merupakan fungsi pokok dalam pertumbuhan ekonomi, demikian pula sebaliknya,
sehingga kedua faktor tersebut tidak dapat dipisahkan.
3. Di
masa datang akan banyak keanekaragaman perubahan sehingga diperlukan
keanekaragaman dalam dunia pendidikan baik jenis dan tingkat serta macamnya.
4. Secara
alami manusia adalah manusia yang serba ingin tahu sehingga perlu wadah yang
dapat menumbuhkankembangkan rasa keingintahuannya yaitu pendidikan.
5. Faktor
internal dunia pendidikan perlu mengakomodasi faktor eksternal yang memengaruhi
keterkaitan antara dunia pendidikan dan pertumbuhan ekonomi.
6. Pengalokasian
anggaran di dunia pendidikan perlu perhitungan cermat, sehingga tuduhan ketidak
bermanfaatan dunia pendidikan dalam pembangunan dapat ditepis.[10]
Biaya
dalam pendidikan meliputi biaya langsung (Direck
cost) dan biaya tidak langsung (indirect
cost). Biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
keperluan pelaksanaan pengajaran dan kegiatan belajar siswa berupa pembelian
alat-alat pelajaran, sarana belajar, biaya transportasi, gaji guru, baik yang
dikeluarkan oleh pemerintah, orang tua, maupun siswa sendiri. Sedangkan biaya
tidak langsung berupa keuntungan yang hilang ( earning forgone) dalam bentuk biaya kesempatan yang hilang ( opportunity cost) yang dikorbankan oleh
siswa selama belajar. (Alan Thomas 1976) dalam buku Nanang Fattah 2004.[11]
Biaya-biaya
pendidikan yang dibelanjakan oleh murid, atau orang tua/keluarga dan biaya
kesempatan pendidikan dalam penelitian ini tidak termasuk dalam pengertian
biaya pendidikan yang sifatnya nonbugetair.
Pengertian pembiayaan pendidikan yang bersifat budgetair, yaitu biaya pendidikan yang diperoleh dan dibelanjakan
oleh sekolah sebagai suatu lembaga. Artinya, biaya-biaya pendidikan yang
bersifat budgetair dan nonbugetair termasuk dalam pengertian
biaya pendidikan dalam arti luas.[12]
Anggaran
biaya pendidikan terdiri dari 2 sisi yang berkaitan satu sama lain, yaitu sisi
anggaran penerimaan dan anggaran pengeluaran untuk mencapai tujuan-tujuan
pendidikan. Anggaran penerimaan adalah pendapatan yang diperoleh setiap tahun
oleh sekolah dari berbagai sumber resmi dan di terima secara teratur. Sedangkan
anggaran dasar pengeluaran adalah jumlah uang yang dibelanjakan setiap tahun
untuk kepentingan pelaksanaan pendidikan sekolah. Pembelanjaan pendidikan (Educational expenditures) merupakan
bagian dari pembelanjaan pendidikan dan pembelanjaan umum dari lembaga
pendidikan, yang terkait langsung dengan kepentingan pembelajaran jenis ini
antara lain meliputi :
1. Pendidikan
dan pembelajaran;
2. Penelitian
dan pengembangan;
3. Pelayanan
siswa;
4. Beasiswa;
5. Program
magang atau praktik kerja;
6. Dana
pendamping kegiatan akademik;
7. Operasi
dan pemeliharaan.[13]
Dalam
konsep pembiayaan pendidikan dasar ada dua hal penting yang perlu dikaji atau
dianalisis, yaitu biaya pendidikan secara keseluruhan (total cost) dan biaya satuan persiswa (unit cost). Biaya satuan ditingkat sekolah merupakan aggregate biaya pendidikan sekolah, baik
yang bersumber dari pemerintah, orangtua, dan masyarakat yang dikeluarkan untuk
penyelenggaraan pendidikan dalam satu tahun pelajaran. Biaya satuan per murid
dan merupakan ukuran yang menggambarkan seberapa besar uang yang dialokasikan
kesekolah-sekolah secara efektif untuk kepentingan murid dalam menempuh
pendidikan. Oleh karena biaya satuan ini diperoleh dengan
memperhitungkan jumlah murid pada masing-masing sekolah, maka ukuran biaya
satuan dianggap standar dan dapat dibandingkan antara sekolah satu dengan
sekolah lainnya. Analisis mengenai biaya satuan dalam kaitannya dengan
faktor-faktor lain yang mempengaruhinya dapat dilakukan dengan menggunakan
sekolah sebagai unit analisis. Dengan mnganalisis biaya satuan, memungkinkan
untuk mengetahui efisiensi dalam penggunaan sumber-sumber disekolah keuntungan
dari investasi pendidikan, dan pemerataan pengeluaran masyarakat pemerintah
untuk pendidikan. Disamping itu, juga dapat menilai bagaimana alternatif
kebijakan dalam upaya perbaikan atau peningkatkan system pendidikan.(Mingat,
Tan,1988) dalam buku Nanang Fattah 2004.[14]
Di
Indonesia, secara umum pembiayaan pendidikan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
pembiayaan rutin (recurring cost) dan
pembiayaan modal (capital cost). Recurring cost pada intinya mencakup
keseluruhan biaya operasional penyelenggaraan pendidikan, seperti biaya
administrasi, pemeliharaan fasilitas, biaya pengawasan, gaji guru dan tenaga
administrasi, dan sebagainya. Adapun capital
cost atau sering pula disebut biaya pembangunan yang mencakup biaya untuk
pembangunan fisik, pembelian tanah, dan pengadaan barang-barang lain yang
didanai anggaran pembangunan itu.[15] Sumber
pembiayaan pendidikan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu dari pemerintah dan
masyarakat. Pihak pemerintah pun dapat dikelompokkan menjadi pemerintah pusat
dan pemerintah daerah. Adapun dikalangan masyarakat dapat diklasifikasikan
sebagai masyarakat umum dan orang tua siswa. Mengingat adanya berbagai pihak
yang harus terlibat dalam hal penyandang dana pendidikan, maka perlu dicermati
unsur kejelasan/ketajaman (acuity) dalam
pendistribusiannya.
Beberapa
hal yang perlu dicermati dalam masalah terkait dengan penganggaran pendidikan
antara lain:
1. Bagaimana
dana dan fasilitas pendidikan didistribusikan ke daerah-daerah dan jenis serta
jenjang pendidikan yang berbeda ?
2. Bagaimana
dampak dari bantuan (subsidi) pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat setempat ?
3. Apakah
investasi pendidikan dapat memeratakan pendapatan, sehingga jurang perbedaan
antara yang kaya dan yang miskin pendek ?
4. Bagaimana
efektivitas pendidikan sebagai alat pemerataan ? [16]
Dana
yang dialokasikan pemerintah untuk kegiatan pendidikan secara langsung akan
bersentuhan dengan pemenuhan sumber daya pendidikan. Persoalan yang harus
dipecahkan yaitu yang menyangkut proses pembelajaran. Proses pembelajaran
sangat tergantung dari kualitas dan komitmen tenaga kependidikan yang langsung
sebagai pengola pendidikan. Dana yang besar tidak menjamin terjadinya proses
pembelajaran berjalan dengan mulus. Dana besar, dan komitmen tenaga kerja
dibidang pendidikan yang memungkinkan terjadi proses pembelajaran berjalan
dengan baik. Untuk itu perlu pengontrolan yang tegas, jelas dan terstruktur,
agar tujuan pembelajaran yaitu meningkatkan kompetensi siswa/mahasiswa dapat
terealisasi. Jika tujuan ini dapat tercapai, maka pembiayaan di dunia
pendidikan tidak sia-sia sehingga efisiensi dapat tercapai.
3.
Tipe
Pembiayaan Pendidikan
Biaya
disadari sebagai sesuatu yang tidak tepat dan selalu subjektif, lebih-lebih
jika dampak dari suatu kegiatan hanya disajikan/diuraikan/diterangkan secara
umum. Anggaran (budget) disadari
lebih tepat, sebagaimana batasan dari konsep biaya yaitu memberi nilai uang
atas sumber daya yang dibutuhkan. Pengeluaran dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1. Current cost/ recurrent cost
adalah sesuatu pengeluaran yang bersifat rutin dan kita jumpai tahun demi tahun
contohnya : gaji guru, pembelian alat-alat tulis dan pembelian barang tahan
lama seperti bangunan.
2. Direct Cost adalah
pengeluaran yang ditunjukan untuk membiayai aktivitas khsusus, seperti biaya
untuk mendukung berjalannya pelatihan, termasuk staf, guru, dan peralatan yang
berbeda dengan pembiayaan tidak langsung yang mendukung jalannya sekolah,
tetapi tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas pembelajaran. Biaya
ini termasuk pengeluaran untuk perawatan gedung, biaya pengelolaan dan
administrasi, service dan
perpustakaan.
3. Variable cost adalah
biaya yang dapat naik turun tergantung dari aktivitas sekolah atau perguruan
tinggi, tergantung dari banyaknya siswa yang harus dilayani, biaya ini berbeda
dengan fixed cost yang besarannya
tidak tergantung dari jumlah siswa seperti gedung, administrasi dan jasa
bimbingan.
4. Total cost adalah
penjumlahan dari seluruh komponen biaya yang dikeluarkan sekolah dalam
operasionalnya. Berdasarkan biaya total ini dapat dicari biaya per siswa dalam
sekolah tersebut yaitu dengan membagi seluruh biaya rata-rata per anak di
setiap kelas dalam kurun waktu tertentu.[17]
4.
Komponen
Dalam Biaya Pendidikan
Usaha
lembaga pendidikan dalam menjalankan proses pembelajaran dengan menerapkan
prinsip ekonomi guna mencapai efisiensi, perlu mencermati pengeluaran yang
berupa biaya (inherent) pada beberapa
komponen di bawah ini :
1. Peningkatan
kegiatan pembelajaran
2. Pemeliharaan
dan penggantian sarana dan prasarana pendidikan
3. Peningkatan
pembinaan kegiatan intra kurikuler siswa
4. Kesejahteraan
karyawan
5. Biaya
pembinaan kegiatan, pemantauan, pengawasan, dan pelaporan
6. Pembinaan
tenaga kependidikan
7. Pengadaan
alat-alat belajar
8. Pengadaan
bahan pelajaran
9. Perawatan
sarana kelas, sarana sekolah
10. Pembinaan
ekstra kurikuler siswa
11. Pengelolaan
sekolah
12. Prosedur
anggaran
13. Prosedur
akutansi keuangan
14. Pembelanjaan,
pergudangan, dan pendistribusian
15. Prosedur
investasi
16. Prosedur
pemeriksaan
17. Laju
perkembangan pendidikan yang lamban
18. Tuntutan
msyarakat adanya perbaikan dalam sistem pendidikan nasional.
19. Peningkatan
mutu pada semua jenis dan jenjang pendidikan
20. Peningkatan
kemampuan dalm menguasai iptek. [18]
B. PERAN PEMBIAYAAN DALAM PENGEMBANGAN
PENDIDIKAN DAN EKONOMI
Pendidikan merupakan salah satu faktor penting untuk miningkatkan
Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Dalam UUD 1945 pasal
31 “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.” Hal ini
membuktikan adanya langkah pemerataan pendidikan bagi seluruh warga negara
Indonesia. Kenyataannya, tidak semua orang dapat memperoleh pendidikan yang
selayaknya, dikarenakan berbagai faktor termasuk mahalnya biaya pendidikan yang
harus dikeluarkan. Kondisi inilah kemudian mendorong dimasukannya klausal
tentang pendidikan dalam amandemen UUD 1945. Konstitusi mengamanatkan kewajiban
pemerintah untuk mengalokasikan biaya pendidikan 20% dari APBN maupun APBD agar
masyarakat dapat memperoleh pelayanan pendidikan. Ketentuan ini memberikan
jaminan bahwa ada alokasi dana yang secara pasti digunakan untuk
penyelenggaraan pendidikan. [19] Untuk
dapat tercapai tujuan pendidikan yang optimal, maka salah satunya hal paling
penting adalah mengelola biaya dengan baik sesuai dengan kebutuhan dana yang
diperlukan. Administrasi pembiayaan minimal mencakup perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan. Penyaluran anggaran perlu dilakukan secara strategis dan
intergratif antara stakeholder agar mewujutkan kondisi ini, perlu dibangun rasa
saling percaya, baik internal pemerintah maupun antara pemerintah dengan
masyarakat dan masyarakat dengan masyarakat itu sendiri dapat ditumbuhkan.
Keterbukaan, partisipasi, akuntabilitas dalam penyelenggaraan pendidikan mulai
dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan menjadi kata- kata kunci untuk
mewujutkan efektifitas pembiayaan pendidikan. Pendapat
yang mengatakan bahwa pendidikan dan kebijakan pendidikan tidak bermanfaat bagi
kemakmuran sebuah negara adalah pendapat yang sama sekali tidak berdasar secara
impiris. Pesan yang ingin disampaikan yaitu ada banyak hal lain yang
menyebabkan kontribusi positif pendidikan tidak terlalu besar perannya dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi dan pemerataan, atau dengan kata lain, pendidikan
bukanlah mantra ajaib. Konsekuensinya, intervensi pemerintah dalam bidang ini
juga harus dilakukan secara hati-hati. Bentuk kehati-hatian adalah tidak terjebak untuk mengukut
peranan pemerintah dari besarnya alokasi anggaran pendidikan. Anggaran memang
penting, tetapi bukan pada seberapa besar, melainkan direncanakan digunakan
untuk apa, mengapa dan bagaimana. Di beberapa negara Asia yang sedang
berkembang meski kebanyakan guru dibayar terlalu murah, dari hasil studi ADB
menyatakan bahwa tambahan anggaran untuk peralatan dan gedung memberikan hasil
lebih besar terhadap peningkatan mutu pendidikan.[20]
Dalam berbagai level kehidupan,
pendidikan memainkan peran yang sangat strategis. Pendidikan memberi banyak
peluang untuk meningkatkan mutu kehidupan. Dengan pendidikan yang baik, potensi
kemanusiaan yang begitu kaya pada diri seseorang dapat terus dikembangkan. Pada
tingkat sosial, pendidikan dapat mengantarkan seseorang pada pencapaian dan
strata sosial yang lebih baik. Secara akumulatif, pendidikan dapat membuat
suatu masyarakat lebih beradab. Dengan demikian, pendidikan, dalam pengertian
yang luas, berperan sangat penting dalam proses transformasi individu dan
masyarakat.
Untuk
menghasilkan sumber daya manusia yang diharapkan ini, tidak mungkin terjadi
secara alamiah dalam arti tanpa usaha dan pengorbanan. Mutu dari keluaran yang
diharapkan banyak dipengaruhi oleh besarnya usaha dan pengorbanan yang
diberikan. Semakin tinggi tuntutan mutu, akan berdampak pada jenis dan
pengorbanan yang harus direlakan. Pengorbanan yang diterjemahkan
menjadi biaya merupakan faktor yang tidak mungkin diabaikan dalam proses
pendidikan. Oleh karena itu dapat diperkirakan bagaimana sulitnya seseorang
yang tidak memiliki kemampuan ekonomis untuk akses pada pendidikan yang
bermutu. Hal ini tidak berarti bahwa hanya orang kaya yang akan memperoleh
pendidikan, disini letak peranan pemerintah untuk membangkitkan peran
masyarakat dalam arti luas untuk ikut ambil bagian dalam proses pendidikan,
untuk itu dituntut keterbukaan dari pemerintah dalam hal pengelolaan biaya yang
disediakan melalui APBN setiap tahun, hanya dengan keterbukaan, yang didukung
oleh kemampuan pemerintah untuk meyakinkan masyarakat bahwa pengelolaan
anggaran pendidikan sudah bebas dari korupsi, kolusi, partisipasi masyarakat
akan tumbuh. Partisipasi ini sangat penting kecuali pemerintah menyediakan biaya yang
diperlukan untuk seluruh proses pendidikan.[21]
Adapun tujuan
pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantab dan
mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarkatan dan kebangsaan. Dalam rumusan
pendidikan menurut UU tersebut mengandung makna yang dalam dan luas, yang
terkait dengan sumber daya manusia, sehingga perlu penanganan yang serius, cermat
komprehensif, strategis dan bertanggung jawab..[22] Guna
menjalankan pendidikan sebagaimana yang tertera dalam undang-undang ,untuk itu
diperlukan anggaran yang tidak sedikit, perencanaan yang matang, serta
pertanggung jawaban yang transparan.
Pendidikan sebagai sebuah investasi dapat menunjang pertumbuhan ekonomi. Pengembangan SDM
melalui pendidikan menyokong secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi, dan
karenanya pengeluaran untuk pendidikan harus dipandang sebagai investasi yang produktif
dan tidak semata-mata dilihat sebagai sesuatu yang konsumtif tanpa manfaat
balikan yang jelas.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Ekonomi pendidikan berkaitan dengan Proses pelaksanaan
pendidikan, distribusi pendidikan di kalangan individu dan kelompok yang
memerlukan serta biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat atau individu untuk
kegiatan pendidikan, dan jenis kegiatan apa yang dibutuhkan.
Pendidikan sebagai sebuah investasi dapat menunjang pertumbuhan ekonomi. Pengembangan SDM
melalui pendidikan menyokong secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi, dan
karenanya pengeluaran untuk pendidikan harus dipandang sebagai investasi yang
produktif dan tidak semata-mata dilihat sebagai sesuatu yang konsumtif tanpa
manfaat balikan yang jelas.
Biaya pendidikan dapat dikatakan memegang peranan penting
dalam keberlangsungan pendidikan. Keberhasilan sebuah lembaga pendidikan dalam
menyelenggarakan pendidikan yang bermutu juga tidak terlepas dari perencanaan
anggaran yang mantap, alokasi yang tepat sasaran dan efektif sehingga membuat
seluruh komponen lembaga pendidikan tersebut bersinergi dan memberikan hasil
yang optimal dalam pencapaian tujuan.
Pendidikan sebagai sebuah investasi dapat menunjang pertumbuhan ekonomi. Pengembangan SDM
melalui pendidikan menyokong secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi, dan
karenanya pengeluaran untuk pendidikan harus dipandang sebagai investasi yang
produktif dan tidak semata-mata dilihat sebagai sesuatu yang konsumtif tanpa
manfaat balikan yang jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Arifin.Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam Undang-Undang
SISDIKNAS.Jakarta:Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag.2003.
Basri, Faisal. Haris Munandar. Lanskap Ekonomi Indonesia. Jakarta:
Kencana Prenada Group.2009.
Danim, Sudarwan. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Bandung: CV
Pustaka Setia.2004.
Delianov.Perkembangan Pemikiran Ekonomi.Jakarta:Raja Grafindo Persada.2010
Fattah, Nannang. Ekonomi Dan Pembiayaan Pendidikan.Bandung:
PT.Re[maja Rosdakarya.2004
Irianto, Agus.Pendidikan Sebagai Investasi Dalam Pembangunan Suatu Bangsa.Jakarta:Kencana.2013
http://elqorni.wordpress.com/category/manajemen.pendidikan/ekonomipendidikan/.
Diakses pada tanggal 4 oktober
[1]Delianov.Perkembanganpemikiranekonomi(edisiketiga)2010,h.2-3
[2]Nanang Fattah, Ekonomi Dan Pembiayaan Pendidikan, (Bandung
: PT.Remaja Rosdakarya.2004)..h.11
[3] Agus Irianto.Pendidikan sebagai investasi dalam
pembangunan suatu bangsa.(Jakarta:Kencana.2013.h.3
[4] http://elqorni.wordpress.com/category/manajemen-pendidikan/ekonomi-pendidikan/. Diakses pada
tanggal 4 oktober
[5] . NanangFattah, Ekonomi Dan
Pembiayaan Pendidikan ...,h.4
[6] Ibid.hal
12
[7] Agus Irianto.Pendidikan sebagai investasi dalam
pembangunan suatu bangsa...h.18
[9] Ibid...,h.4
[10] Agus Irianto.Pendidikan Sebagai Investasi Dalam
Pembangunan Suatu Bangsa...,h..11
[11] Nanang Fattah,Ekonomi Dan Pembiayaan Pendidikan..,h.
[12] Ibid
[13] Sudarwan Danim.Ekonomi Sumber Daya Manusia.(Bandung:Pustaka
Setia.2004). h.305
[14] Nanang Fattah,Ekonomi Dan Pembiayaan Pendidikan..,h.
[15] Sudarwan Danim.Ekonomi Sumber
Daya Manusia...,h.306
[16] Nanang Fattah,Ekonomi Dan Pembiayaan Pendidikan...,h.
88
[17] Agus Irianto.Pendidikan sebagai investasi dalam
pembangunan suatu bangsa..,h.149
[18] Agus Irianto.Pendidikan sebagai investasi dalam
pembangunan suatu bangsa..,h.17
[19]
Anwar Arifin.Memahami Paradigma Baru
Pendidikan Nasional Dalam Undang-Undang SISDIKNAS.(Jakarta:Ditjen
Kelembagaan Agama Islam Depag.2003).h.6
[20] Agus Irianto.Pendidikan Sebagai Investasi Dalam
Pembangunan Suatu Bangsa ...,h.7
[21]http://elqorni.wordpress.com/category/manajemen-pendidikan/ekonomi-pendidikan/. Diakses pada tanggal 4 oktober
[22] Agus Irianto.Pendidikan sebagai investasi dalam
pembangunan suatu bangsa..,h.149